Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Upaya Pengendalian Bencana Banjir

Setelah memahami Manajemen Mitigasi Bencana Banjir, tentu kita ingin tahu juga Bagaimana Upaya Pengendalian banjir itu sendiri. Nah, pada kali ini kita akan membahasi hal tersebut dengan rincian materi yaitu: Penyebab Terjadinya Banjir, Tipologi Kawasan Banjir, Karakteristik Alur Sungai dan Tipe Banjir. Baiklah, langsung saja simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Penyebab Terjadinya Banjir

Kodoatie (2002) mengatakan bahwa terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir, namun secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia. Yang termasuk sebab- sebab alami diantaranya adalah sebagai berikut ini.

Sistem Pengendalian Banjir
Banjir di sekitar kita. (via: nypost.com)
1. Curah Hujan
Indonesia memiliki iklim tropis sehingga sepanjang tahun mempunyai dua musin, yaitu musim hujan yang umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai dengan bulan Maret, dan musim kemarau yang terjadi antara bulan April sampai dengan bulan September. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

2. Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi, dan kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrologi (bentuk penampang sungai), hingga lokasi sungai, merupakan yang-hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya banjir.

3. Erosi dan Sedimentasi
Erosi dan sedimentasi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasita penampang sungai. Hal ini menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya erosi dan sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.

4. Pengaruh Pasang Surut Air Laut
Air pasang laut memperlambat aliran sungai dari hulu ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang tinggi, maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Hal ini sering terjadi di kota-kota yang letaknya di pesisir seperti Semarang dan Jakarta.

Sedangkan, yang termasuk sebab-sebab banjir karena tindakan manusia diantaranya adalah sebagai berikut ini.

1. Perubahan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Perubahan DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tata guna lahan lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena hal ini dapat meningkatkan debit aliran banjir.

2. Kawasan Kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat menghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

3. Sampah
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih kurang. Umunya mereka langsung membuang sampah dipinggir sungai atau langsung membuangnya ke sungai. pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air banjir karena debit banjir terhalangi oleh sampah.

Tipologi Kawasan Banjir

Kawasan rawan banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristi penyebab banjir. Kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut ini.

1. Daerah Pantai
Daerah pantai merupakan daerah rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang permukaannya lebih rendah atau sama dengan elevasi muka air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan.

2. Daerah Dataran Banjir (Flood Plain Area)
Daerah dataran banjir adalah daerah di kanan maupun kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan cenderung datar, sehingga aliran air menuju sungai yang lambat bisa mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap baik banjir, maupun karena hujan lokal. Menurut dirjen Penataan Ruang Departemen PU (2005), kawasan Rawan Banjir (KRB) dapat dilihat pada Gambar.

Garis Sempadan Sungai
Garis Sempadan Sungai,

3. Daerah Sempadan Sungai
Di daerah perkotaan yang padat penduduk masih sering dimanfaatkan sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha hingga pertanian. Sehingga, apabila terjadi banjir berpotensi menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda.

4. Daerah Cekungan
Wilayah-wilayah yang rentan banjir biasanya berada di daerah cekungan. Daerah bentukan banjir dengan topografi rendah atau landai biasanya memiliki tingkatan yang acap kali terkena dampak ketika terjadi banjir. Biasanya daerah  ini memiliki tingkat kelembaban tanah yang tinggi dibanding daerah-daerah lain yang jarang terlanda banjir. Kondisi kelembaban tanah yang tinggi ini disebabkan karena bentuk lahan tersebut terdiri dari material halus yang diendapkan dari proses banjir dan kondisi drainase yang buruk sehingga daerah tersebut mudah terjadi penggenangan air.

Karakteristik Alur Sungai

Dari tempat asal sampai berakhirnya dilaut atau dari letak geogafisnya, sungai dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu : daerah hulu (pegunungan), daerah transisi, dan daerah hilir (muara atau pantai). Ketiga daerah ini menunjukkan sifat dan karakteristik yang berbeda.

Daerah hulu terutama daerah pegunungan, sungai-sungai biasanya mempunyai kemiringan yang terjal, dengan kemiringan dasar sungai antara 2-3 % atau lebih. Dampaknya ketika hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan kuat arus atau debit sungai yang kuat. Periode waktu debit aliran biasanya berlangsung cukup singkat dan cepat.

Di daerah transisi, batas pegunungan sampai ke daerah pantai, kemiringan dasar sungai biasanya kurang dari 2%, karena kemiringan memanjang dasar sungia di daerah ini berangsur-angsur menjadi landai. Di daerah ini sudah mulai sering dijumpai erosi dan sedimentasi.

Hal ini mengakibatkan banjir yang terjadi akan lebih lambat dibanding di daerah hulu sungai. Sedangkan di daerah hilir, ditandai dengan kemiringan dasar sungai dari landai menuju sangat landai, bahkan bagian-bagian sungai terutama yang mendekati muara (laut) memiliki kemiringan dasar hampir 0%. Sehingga, bilamana terjadi banjir, maka periodenya lebih lama dibandingkan di daerah hulu dan daerah transisi.

Tipe Banjir

Pada wilayah yang bertopografi datar banyak menghadapi masalah banjir dan pembuangan air (hujan). Menurut Mulyono Sadyohutomo (2009), ada dua tipe banjir, yaitu sebagai berikut ini.
  1. Banjir dari air hujan setempat yang menggenang karena drainase pada lokasi tersebut tidak baik, dan
  2. Banjir dari luapan air hulu sungai yang mengalir dari daerah hulu. Banjir ini biasanya terjadi apabila terjadi hujan pada daerah setempat dan daerah hulu secara bersamaan.


Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu sebagai berikut ini.
  1. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi area dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia,  
  2. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan, dan
  3. Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya, dan
  4. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.

Pengendalian Banjir Struktural dan Non Struktural
Metode Pengendalian Banjir. (via: indonesiaexpat.biz)
Mitigasi bencana banjir dapat diartikan sebagai serangkaian upaya atau tindakan yang dilakukan dalam rangka meminimalisasi risiko yang ditimbulkan alibat bencana banjir. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan sebelum, selama, dan/atau sesudah bencana banjir terjadi. Mitigasi bencana banjir dapat diklasifikasikan atas dua bentuk, yakni mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.

Tindakan mitigasi struktural dapat dilakukan dengan cara pembuatan bendungan, kolam retensi, normalisasi alur sungai, membuat kanal banjir, dan perbaikan drainase. Sedangkan, mitigasi secara non struktural dapat dilakukan dengan memberikan sosialisasi dan peringatan dini sebagai upaya penyelamatan diri, dan regulasi kebijakan dengan pemanfaatan ruang pada zona rawan banjir.

Begitu banyak metode ataupun upaya dapat dilakukan dalam mereduksi banjir akibat limpasan aliran sungai, baik dengan metode struktural maupun nonstruktural seperti
yang disajikan pada Gambar.

Bagan Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Non Struktur
Bagan Pengendalian Banjir.

Mitigasi bencana banjir juga dapat dimaksudkan dalam perencanaan pembangunan sebagai upaya pencegahan untuk mengurangi kerugian akibat bencana alam tersebut, utamanya dimasa yang akan datang.

Perencanaan mengacu pada proses untuk memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk melakukannya. Perencanaan yang baik memerlukan proses metedologis yang jelas dan konkret, mendefinisikan tahapan-tahapan untuk mencapai solusi yang optimal.

Demikian, artikel tentang Bagaimana Upaya Pengendalian Banjir. Semoga permasalahan banjir di Indonesia bisa diminimalisir yang merupakan salah satu tujuan kita mempelajarinya.

Posting Komentar untuk "Upaya Pengendalian Bencana Banjir "